Insentif Rp6 Juta Dapur MBG Akan Dipotong Jika Tak Sesuai SOP

2 hours ago 2

Jakarta, CNN Indonesia --

Badan Gizi Nasional (BGN) menegaskan bahwa seluruh Mitra, Yayasan, dan Kepala Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) wajib mengelola dapur Makan Bergizi Gratis (MBG) sesuai standar operasional prosedur (SOP).

Hal ini sangat penting agar dapur MBG selalu terjaga kualitasnya, sehingga terhindar dari kemungkinan insiden keamanan pangan. Untuk itu, masing-masing dapur mendapat insentif fasilitas SPPG sebesar Rp 6 juta per hari operasional per SPPG.

Peringatan itu disampaikan Wakil Kepala BGN, Nanik Sudaryati Deyang, dalam acara Koordinasi dan Evaluasi Program MBG di Hotel Aston Cirebon, Minggu (7/12).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Anda jangan keenakan dengan insentif besar ini. Sudah dapat insentif Rp6 juta per hari kok malah ongkang-ongkang. Blender rusak nggak mau ganti, akhirnya Kepala SPPG, Ahli Gizi, dan Akuntan patungan beli blender. Gimana tuh," kata Nanik.

Direktur Sistem Pemenuhan Gizi BGN, Eny Indarti, menjelaskan bahwa insentif fasilitas Rp6 juta per hari merupakan kompensasi atas ketersediaan fasilitas yang memenuhi standar BGN. Besaran itu berlaku untuk dua tahun pertama sebelum kembali dievaluasi. Ia menegaskan bahwa pembayaran insentif tidak terkait jumlah porsi yang diproduksi.

Namun skema ini menimbulkan kecemburuan di lapangan. Nanik mengaku menerima protes dari sejumlah mitra yang merasa luas dapur dan besaran investasinya tidak diperhitungkan.

"Masa saya yang sudah bangun dapur 400 meter persegi di tahap pertama disamakan dengan dapur-dapur sekarang yang kurang dari 400 meter persegi," ujarnya menirukan keluhan mereka.

Namun Nanik memastikan bahwa pemerintah, dalam hal ini BGN, akan tetap menerapkan prinsip keadilan kepada seluruh SPPG. Tim appraisal akan bekerja secara independen.
"Mereka akan menilai dapur-dapur anda dengan adil. Kalau ternyata dapur anda tidak sesuai standar, atau nilainya rendah, insentif fasilitas akan dipangk," kata Ketua Pelaksana Harian Tim Koordinasi Kementerian/Lembaga untuk Pengelolaan Program MBG itu.

Selain pemenuhan SOP dan kelengkapan standar dapur MBG, setiap SPPG juga harus memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS), memiliki Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) dan Sertifikat Halal, sementara para relawan harus mendapat Pelatihan Penjamah Makanan.

Untuk Kota Cirebon, dari 21 SPPG yang sudah beroperasi, 15 SPPG sudah memiliki SLHS, 11 SPPG sedang dalam proses pengajuan, sementara 2 SPPG sama sekali belum mengajukan SLHS.

Sedangkan untuk Kabupaten Cirebon, dari 139 SPPG yang sudah beroperasi, 106 SPPG telah memiliki SLHS, 24 SPPG sedang dalam proses uji, sementara 9 SPPG masih belum mengajukan.

"Tolong ya, yang belum harus segera mendaftar. Saya beri waktu 1 bulan. Kalau dalam 1 bulan belum juga mendaftarkan diri ke Dinas Kesehatan, saya perintahkan agar di-suspend," kata Nanik.

Nanik kemudian mengapresiasi Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Cirebon Sumanto dan Kepala Dinas Keamanan Pangan Wati Prihastuti. Sebab, sebagai Ketua Satgas MBG Kota Cirebon, Sekda sudah mengeluarkan aturan bahwa SPPG tidak boleh memberikan MBG kepada ibu hamil, ibu menyusui, dan balita jika belum memiliki SLHS. Sementara Wati sudah menyiapkan pelatihan rapid test pangan.

"Itu aturan yang bagus Pak. Saya setuju dengan aturan itu. Juga dengan rencana pelatihan rapid tes dari Dinas Ketahanan Pangan," kata mantan wartawan senior itu.

(inh)

Read Entire Article
Sports | | | |