Jakarta, CNN Indonesia --
Jaringan Gusdurian mengkritik langkah pemerintah memberi gelar pahlawan nasional untuk Presiden ke-2 RI Soeharto.
Jaringan Gusdurian adalah jejaring individu, komunitas, atau lembaga yang terinspirasi nilai, pemikiran, dan perjuangan Presiden keempat RI yang juga eks Ketum PBNU almarhum Abdurrahman Wahid (Gus Dur) terutama dalam hal kemanusiaan, keadilan, dan toleransi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur Jaringan Gusdurian Alissa Wahid mengatakan pihaknya keberatan dengan penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto walaupun sosok itu dianggap memiliki jejak dalam perjuangan kemerdekaan, melakukan pembangunan dan swadaya pangan.
Dia menegaskan memori kolektif bangsa Indonesia menunjukkan hal sebaliknya atas kekuasaan Soeharto bersama Orde Baru (Orba).
Ia menyebut selama 32 tahun berkuasa, Soeharto terlibat dalam berbagai tindakan yang mencederai nilai-nilai kepahlawanan.
Menurutnya, rezim Orde Baru yang dikendalikan Soeharto telah melakukan berbagai dosa besar demokrasi, mulai dari pelanggaran hak asasi manusia, praktik korupsi, represi politik, hingga kebebasan sipil politik.
"Ini membuatnya tidak memenuhi syarat integritas moral dan keteladanan seperti yang dimaksud Pasal 25 UU No. 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan," kata Alissa dalam keterangan tertulis, Senin (10/11).
Putri sulung Gus Dur itu menilai pemberian pahlawan kepada Soeharto merupakan pengkhianatan pada demokrasi, khususnya terhadap gerakan reformasi 1998 yang telah menumbangkan rezim otoritarianisme yang korup.
Oleh karena itu, katanya, Jaringan Gusdurian menolak secara tegas pemberian gelar pahlawan pada Soeharto.
Dalam siaran pers tersebut, Gusdurian juga menyayangkan langkah Presiden RI Prabowo Subianto dan jajaran pemerintah karena memberikan gelar bukan karena alasan yang arif, namun lebih karena relasi keluarga dan politik.
Atas dasar itu, dia menyatakan Jaringan Gusdurian mendesak pemerintah untuk selektif dalam memberikan gelar pahlawan di masa mendatang.
"Gelar tersebut hanya diberikan kepada tokoh yang tepat dan layak, yaitu mereka yang teguh memegang nilai moral, yang mengorbankan diri untuk kemaslahatan rakyat, dan bukan sebaliknya, mengorbankan rakyat atas nama kekuasaan," ujar Alissa.
Soeharto resmi ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada Senin (10/11) hari ini.
Ia ditetapkan bersama sembilan tokoh lainnya. Salah satunya Gus Dur, Marsinah aktivis buruh yang tewas karena kekerasan aparat pada masa Orba, dan mantan Menlu sekaligus Rektor Universitas Padjadjaran Mochtar Kusumaatmadja.
Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf alias Gus Ipul sebelumnya mengatakan nama-nama yang diusulkan menjadi pahlawan nasional, termasuk Soeharto telah memenuhi syarat.
"Menyangkut gelar pahlawan tentu pada saatnya akan diumumkan. Semua proses telah dilalui berjenjang mulai dari bawah sampai ke atas. Siapapun nanti yang diputuskan oleh Presiden (Prabowo Subianto), semuanya telah dinyatakan memenuhi syarat," kata Gus Ipul.
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi pun mengatakan pro kontra terhadap usulan Soeharto menjadi pahlawan nasional merupakan hal yang lumrah terjadi dalam kehidupan berdemokrasi.
"Mengenai gelar pahlawan itu tentunya melalui semua prosedur. Bahwa ada pro kontra, bahwa ada yang mungkin setuju mungkin tidak itu bagian dari aspirasi," kata Pras di Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (7/11).
Pras pun mengajak seluruh pihak untuk memandang suatu hal dari segi positifnya.
Terlebih, jika berkenaan dengan pemimpin terdahulu. Ia mengatakan kita sebagai penerus bangsa harus menghormati jasa mereka.
"Mari kita kurangi untuk selalu melihat kekurangan-kekurangan," ucap dia.
(yoa/kid)

2 hours ago
3
















































