Eks Bos BMKG Peringatkan Banjir Sumatra Bisa Terjadi di Jawa-Papua

8 hours ago 2

Yogyakarta, CNN Indonesia --

Eks Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati mengingatkan ancaman bencana tanah longsor hingga banjir bandang pada daerah-daerah dengan kontur kawasan menyerupai sekitar Pegunungan Bukit Barisan Sumatera.

Dwikorita menjelaskan, karakteristik Bukit Barisan di Sumatra yang membentang dari Aceh hingga Lampung ini curam, namun datar di area bawah sehingga rentan memicu bencana longsor maupun banjir bandang.

Mantan rektor UGM itu bilang, karakteristik macam ini serupa dengan beberapa bentang alam yang ada di Pulau Jawa, Sulawesi, Maluku juga Papua. Ia pun mengimbau pemerintah serta masyarakat dan para unsur terkait di daerah-daerah tersebut mewaspadai kemunculan siklon sebagai pemicu tingginya curah hujan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dwikorita menuturkan, Desember hingga April nanti adalah periode ketika siklon-siklon tumbuh di selatan garis ekuator atau belahan bumi selatan (BBS).

"Jadi harus sudah siaga ini, Jawa, Nusa Tenggara. Nusa Tenggara sudah biasa dilewati siklon, dan tektoniknya juga rapuh kondisi geologinya. Sulawesi agak jauh, tapi biasanya siklon dari utara, jadi Sulawesi Utara, lalu Papua. Jadi harus ada kesiapsiagaan untuk wilayah lainnya. Tinggal menunggu pemicunya," kata Dwikorita dalam acara Pojok Bulaksumur di UGM, Sleman, DIY, Kamis (4/12) sore.

Menurut Dwikorita, guyuran hujan dari bibit siklon saja sudah cukup untuk memicu tanah longsor dan banjir bandang di wilayah geologi seperti halnya Perbukitan Barisan.

"Kejadian di Tapanuli itu belum menjadi siklon, masih bibit siklon.
Itu sudah mengakibatkan bencana di Tapanuli seperti itu," imbuh Guru Besar bidang Geologi Lingkungan dan Mitigasi Bencana itu.

Lebih lanjut, Dwikorita menilai BMKG di bawah kepemimpinan penerusnya, Faisal Fathani dalam konteks bencana Sumatra, telah bertindak prosedural dengan mengeluarkan peringatan dini sejak siklon masih bibit.

Peringatan dini dikeluarkan lima hari sebelum kemunculan siklon atau pada 21 Desember 2025 lalu, disertai pemetaan wilayah-wilayah berpotensi terdampak.

Pada Oktober, saat Dwikorita masih menjabat kepala BMKG, ia bersama Wakil Menteri Pekerjaan Umum (PU), Diana Kusumastuti sudah meninjau wilayah Tapanuli, Sumatra Utara. Dia pun mengingatkan potensi banjir bandang pada bulan November.

Peringatan ini ditindaklanjuti dengan pertemuan daring antara Dwikorita dan Gubernur Sumatra Utara, Bobby Nasution. Menurutnya, pemerintahan setempat saat itu juga sudah 'siap siaga'.

Waktu itu yang jadi model untuk kesiapsiagaan antisipasi bencana adalah hasil studi Dwikorita, yakni banjir bandang di Taman Nasional Gunung Leuser, tepatnya Daerah Aliran Sungai (DAS) Bahorok, kawasan Pegunungan Bukit Barisan pada 2003 silam.

"Kita belum membayangkan siklonnya itu akan segitu bandelnya (seperti kejadian November 2025), tapi fenomena alamnya sering terjadi banjir bandang dan koordinasi dengan pemerintah daerah itu sudah ada. Tapi, mungkin kedahsyatannya itu tidak dibayangkan," katanya.

Bencana November ini dikatakan Dwikorita dahsyat karena terjadi di banyak DAS, sebarannya lebih meluas dan terjadi lebih cepat dari siklus 50 tahunan sebagaimana hasil risetnya di Bahorok.

Dwikorita pun melihat ada aspek non-alamiah di balik perubahan-perubahan ini. Ia menduga ada pengaruh antropogenik yang memicu perubahan pada situasi lahan. Ia tidak mengumbar bentuk campur tangan manusia ini, tapi inilah yang memperpendek siklus banjir bandang di sana.

"Jadi (faktor) antropogenik itu mengacaukan semua kesiapan. Jadi ke depannya, belajar dari ini, satu-satunya yang tidak boleh dilanggar adalah ekologi. Karena sesiap apapun kita, kalau ekologinya nggak bener, kita selalu kalah dengan tantangan yang ada, kesiapan kita itu selalu dilampaui oleh kejadian yang ada," pungkasnya.

Senada, Peneliti Hidrologi Hutan dan Konservasi DAS UGM, Hatma Suryatmojo mengindikasikan adanya pengaruh antropogenik melihat bencana di Sumatra terakhir. Hal itu karena terjadi proses perubahan penggunaan lahan, khususnya area hulu di tiga provinsi terdampak, yaitu Aceh, Sumatra Utara dan Sumatra Barat.

Perubahan penggunaan lahan itu termasuk berupa perpindahan penduduk dari kawasan kipas aluvial ke dataran yang lebih tinggi. Migrasi ini berimbas ke pembukaan lahan. Ujung-ujungnya, permintaan izin untuk membuka kebun dan lainnya juga meningkat.

"Ini yang jadi turunan elemen mempercepat proses kebencanaan di wilayah itu. Kalau kita lihat antropogenik pengaruhnya sangat besar," terangnya.

(kum/dal)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Sports | | | |